Posts

Showing posts from February, 2009

Perspektif Berpikir Mutu Pendidikan Kita

Image
Globalisasi pada hakekatnya ialah suatu fenomena perubahan peradaban manusia dengan lingkungan image_bukudunia. Didalam prosesnya terjadi interaksi global dari berbagai aspek kehidupan, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan prasyarat yang menghantarkan bagi munculnya pandangan-pandangan baru yang berskala dunia. Dunia pendidikan Indonesia saat ini setapak demi setapak menata diri untuk menembus batas toleransi kompetitif global sehingga apa yang dikatakan oleh Rana Baskara Heryana salah seorang Dosen jurusan elektro Fakultas Pendidikan dan Tenaga Kependidikan IKIP Bandung bahwa globalisasi menimbulkan kecendrungan yang bersifat global sehingga menuntut orientasi berfikir yang bersifat global pula (R. Baskara, 1991). Mungkinkah kita akan mengikuti kecenderungan global atau memainkan momentum globalisasi sebagai sebuah penguatan potensi untuk meraih perubahan dan menggenggamnya bukan suatu yang absurd ?. Tulisan berikut merupakan kekuatan perspektif berfikir tentang potret kual
Image
Minimnya sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang ada di beberapa daerah otonom (kabupaten/kota) harus diakui sangat memengaruhi kinerja implementasi otonomi daerah secara maksimal. Tidak sedikit program-program percepatan pembangunan di daerah menjadi sedikit terlambat. Karena itu, masalah keterbatasan kemampuan SDM di daerah haruslah menjadi prioritas dan menjadi tanggung jawab semua pihak agar daerah juga mampu bersiap diri menghadapi derasnya arus globalisasi. Menurut Ketua Apkasi Syaukani, minimnya SDM berkualitas bukan hanya mempersulit mengejar ketertinggalan, melainkan juga menjadi kendala serius bagi kinerja pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan sosial. Di sisi lain, katanya, pemerintah daerah juga tak dapat menutup mata terhadap sejumlah tantangan globalisasi di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Sebagai contoh adanya pasar bebas ASEAN yang sudah di depan mata. Harus diakui, kata Bupati Kutai Kertenegara menlanjutkan penjelasan, b

Pendidikan dan Transformasi Sosial

Potret dunia pendidikan semakin lama semakin menampakkan wajah buram bak akar pohon yang berkelindan tanpa arah dan tujuan yang jelas. Beberapa usaha inovatif yang dilakukan dalam dunia pendidikan seakan bukan tawaran-tawaran solutif bagi problematika yang semakin kompleks. Output yang dihasilkan dunia pendidikan seringkali tidak mampu – untuk tidak dikatakan gagal – menerjemahkan teori-teori dan konsep-konsep ke dalam tataran praksis. Pengejewantahan teori-teori yang telah “ditelan” objek sekaligus subjek pendidikan ke dalam ranah praksis (seharusnya) bukan hal yang taken for granted. Dengan usaha inilah, pendidikan baru dikatakan memanusiakan kemanusiaan manusia. Pendidikan untuk transformasi sosial merupakan mainstream aliran pendidikan berhaluan Freirean (Paulo Freire). Aliran pendidikan ini menggugat kemapanan pendidikan yang dianggap stagnan tanpa memberikan arti dan perubahan yang signifikan bagi realitas yang dihadapi manusia. Kita bisa menengok kembali ada masa tahun 70-an, di

Pendidikan sebagai Proses Transformasi

Pendidikan adalah fondasi pertama bagi tegaknya agama. Karena itu kalam awal yang dihunjamkan ke dalam dada Muhammad, nabi yang utama, adalah pembacaan ( iqra’ ) secara bebas tak terbatas bukan semata terhadap objek yang tertulis ( written text ) bahkan juga objek yang terhampar ( reality ) di alam semesta ini yang meliputi makhluk manusia dan non-manusia. Yang pertama membutuhkan instrumen nalar dan intuisi yang prosesnya biasa disebut sebagai tadabbur , sedangkan yang terakhir memerlukan nalar dan indera yang prosesnya sering dinamakan tafakkur Tadabbur dan tafakkur adalah penanda utama bagi kaum ulul albab , manusia paripurna yang menjadi tujuan dalam proses pendidikan. Melalui tiga instrumen penting itu, manusia bisa mempersepsi, memahami, memaknai, dan merumuskan asumsi-asumsi, hipotesis-hipotesis, hukum-hukum, dan teori-teori tentang semua yang ada di semesta raya ini baik yang dapat diraba maupun tidak dapat diraba. Jadi, iqra merupakan manifesto ke- ummiy -an yang be

Transformasi Pendidikan dalam Perspektif Global

Problematika pendidikan Indonesia dewasa ini saling timpang tindih. Hal ini seiring dengan konteks zamannya dan hingga sekarang masih diyakini sebagai aspek penting kehidupan bangsa untuk dijadikan strategi dalam mengangkat derajat manusia Indonesia melalui pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Meskipun hingga kini dunia pendidikan kita dililiti persoalan-persoalan yang dilematis dan belum terselesaikan secara menyeluruh. Mengingat fenomena masyarakat dewasa ini yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat global dengan segala tantangan perkembangan zaman. Oleh karena itu, penting kiranya dunia pendidikan perlu melaksanakan kontekstualisasi dalam upaya transformasi untuk merevitalisasikan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terkover dalam dunia pendidikan kita. Kedatangannya, arus global menjadi pergulatan sengit pendidikan kita yang menjadi genting untuk terbawa arus tersebut. Realitannya, globalisasi bisa menjadikan Sumber Daya Manusia (SDM) tinggi dan juga bisa menjadikan Sum

PRADIGMA PENDIDIKAN MASA DEPAN

Hasil Pendidikan yang Utuh Kebijakan yang baik untuk problem yang tidak benar bagaikan memberikan obat yang mujarab untuk penyakit yang keliru: Hasilnya akan sia-sia. Perumpamaan ini relevan bagi dunia pendidikan dewasa ini. Sesungguhnya persoalan pendidikan kita dewasa ini bukannya semata kemampuan penguasaan materi pelajaran siswa rendah sebagaimana ditunjukkan oleh NEM yang rendah, melainkan juga terjadinya degradasi pendidikan. Artinya untuk melakukan pekerjaan yang sama dewasa ini diperlukan latar belakang pendidikan yang lebih tinggi. Sebagai contoh, untuk menjadi Prajurit Tamtama ABRI diperlukan ijazah SMU, sedangkan pada masa lampau cukup dengan ijazah SD. Sudah barang tentu akan sangat naif apabila kemudian menyimpulkan bahwa lulusan SD sekarang lebih rendah dibandingkan dengan lulusan SD masa lampau. Kemajuan masyarakatlah yang menuntut kualifikasi pendidikan yang lebih tinggi. Untuk itu, betapapun kualitas NEM ditingkatkan tetap saja akan terjadi problem pendidikan dalam

KTSP dan Ujian Nasional

SESUAI dengan PP 19 Tahun 2005, setiap satuan pendidikan (sekolah) diwajibkan menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu sebuah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (Pasal 1). Penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP (Pasal 16), baik untuk model kurikulum dengan sistem paket maupun sistem SKS, untuk sekolah kategori standar maupun mandiri. KTSP ini dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/ karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik (Pasal 17). Sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas pendidikan atau kandep Agama. Dalam kurikulum 2004 sebenarnya sudah dikenal adanya KTSP, namun tidak semua sekolah diwajibkan menyusunnya. Hanya sekolah-sekolah yang memenuhi bebera

kepemimpin kepala sekolah

Kepala sekolah memiliki peran sebagai berikut: 1. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik) Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien. 2. Kepala sekolah sebagai manajer Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan

Bekerja demi Kuliah

Jakarta (Koran Tempo : 10/09/06) Mereka menjadi ikon kegigihan saat ribuan mahasiswa menunggak uang kuliah. Perkuliahan baru saja usai saat matahari menusuk ubun-ubun. Sebagian besar mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang, bergegas menuju kantin, perpustakaan, masjid, atau tempat kos. Di sudut taman, seorang mahasiswa berkaus hitam tampak asyik memunguti kardus dan botol plastik bekas air minum kemasan. Aneka barang bekas itu dihimpunnya di dalam sebuah kantong plastik dan dijinjing berdampingan dengan buku-buku filsafat menuju tempat kosnya di Jalan Al-Ikhlas, sekitar 350 meter dari kampus UIN Syarif Hidayatullah. Dia menimbun barang bekas di teras sempit di depan kamar kos yang berukuran 2,5 x 3,5 meter itu. Lelaki 22 tahun itu memperkenalkan dirinya sebagai Ismanurohman, dengan sapaan Isman. Saking tekunnya memulung sampah, mahasiswa semester V Program Studi Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah itu dijuluki reka

Tugas dan Peranan Guru dalam Manajemen Sekolah

Fungsi dan peranan guru yang utama adalah mentransfer ilmu kepada siswa dalam proses belajar mengajar di ruang kelas, dan partisipasinya dalam pengembangan sekolah. Tugas guru, dikelompokkan menjadi 3 Jenis, yaitu: * Tugas dalam bidang profesi * Tugas dalam Kemanusiaan * Tugas dalam bidang kemasyarakatan Tugas Guru dalam bidang profesi, meliputi : * Mengajar Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah. * Mendidik Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), * Melatih Mengembangkan keterampilan Tugas guru sebagai pengajar memiliki peran tertentu dalam kaitannya dengan Manajemen sekolah yang meliputi : - Peran Guru dalam Managemen Kelas - Pengadministrasian - secara psikologis
Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya, berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu, berdampak kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi tersebut di dalam proses pengambilan keputusan. Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework) dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang memiliki kepedulian kepada pendidikan. Karena sekolah berada pada pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, maka diskusi ini memberi konsekwensi bahwa sekolah harus menjadi bagian utama di dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu pendid

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Abstrak: Konsekwensi logis dari diberlakukannya Undang-Undang RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah RI No.25 tentang Kewenangan Pemerintah (Pusat) dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, dan bukti-bukti empirik yang menunjukkan bahwa manajemen berbasis pusat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurang optimalnya kinerja sekolah adalah perlu diterapkanya manajemen berbasis sekolah (MBS). Esensi MBS adalah otonomi sekolah plus pengambilan keputusan partisipatif. Otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Pengambilan keputusan partisipatif adalah cara mengambil keputusan yang melibatkan kelompok-kelompok kepentingan sekolah, terutama yang akan melaksanakan keputusan dan yang akan terkena dampak keputusan. Tujuan MBS adalah untuk memandirikan/memberdayakan