Transformasi Pendidikan dalam Perspektif Global

Problematika pendidikan Indonesia dewasa ini saling timpang tindih. Hal ini seiring dengan konteks zamannya dan hingga sekarang masih diyakini sebagai aspek penting kehidupan bangsa untuk dijadikan strategi dalam mengangkat derajat manusia Indonesia melalui pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Meskipun hingga kini dunia pendidikan kita dililiti persoalan-persoalan yang dilematis dan belum terselesaikan secara menyeluruh.
Mengingat fenomena masyarakat dewasa ini yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat global dengan segala tantangan perkembangan zaman. Oleh karena itu, penting kiranya dunia pendidikan perlu melaksanakan kontekstualisasi dalam upaya transformasi untuk merevitalisasikan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terkover dalam dunia pendidikan kita.
Kedatangannya, arus global menjadi pergulatan sengit pendidikan kita yang menjadi genting untuk terbawa arus tersebut. Realitannya, globalisasi bisa menjadikan Sumber Daya Manusia (SDM) tinggi dan juga bisa menjadikan Sumber Daya Manusia (SDM) rendah. Semakin seorang kuat keinginannya, semakin mudah jalannya karena globalisasi. Sebagaimana bangsa Indonesia tentu sudah sepantasnya memiliki rasa tanggung jawab terhadap masa depan generasi (anak bangsa) sehingga mereka mampu membentengi diri dalam menghadapi globalisasi dan membawanya kepeningkatan Sumber Daya Manusia (SDM).
Tidak luput, dalam konteks masa depan yang pastinya akan didominasi oleh arus kehidupan global. Menurut Mochtar bahwa dunia pendidikan membutuhkan proses transformasi supaya pendidikan mampu memberikan bekal pada generasi mendatang. Pendidikan Transformatif adalah perubahan wajah dan watak yang terjadi pada sistem pendidikan. Kalau pendidikan masih mengandalkan aspek kongnitif semata maka dunia pendidikan kita tentu akan ketinggalan jauh dengan bangsa-bangsa lain.
Saat ini, coba kita ingat kembali bahwa transformasi kurikulum kita dari CBSA hingga KTSP merupakan perwujudan dari transformasi. Hal ini untuk menciptakan peserta didik agar memiliki kesadaran kritis dalam melihat kenyataan-kenyataan dalam kehidupan global dengan memperhatikan nilai-nilai humanis yang ada. Orientasinya, bukan kecerdasan semata, atau keterampilan saja namun diarahkan siap menghadapi persoalan-persolan global yang menjadi persoalan umat manusia.
Secara signifikan, posisi pendidikan menempati model pendidikan yang dilakukan secara sadar dan terencana dengan baik dalam mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan konteks zaman yang dihadapinya. Katakan saja, Pendidikan Transformatif mengajarkan pendidikan yang tidak bersifat stagnasi (kemandekan).
Sebagai langkah strategis, dunia pendidikan harus melakukan rekonstruksi pemikiran menuju pemikiran yang lebih transformatif dan berwawasan global, yakni sebuah pemikiran yang mampu membaca kondisi riil masyarakat di dunia global saat ini yang di antaranya peluang dan tantangannya dalam keberlangsungan hidup manusia serta mampu mengambil sikap yang berwawasan masa depan dengan tetap mengawali nilai-nilai humanis dalam pendidikan.
Cita-cita pendidikan kita sekarang dapat menghasilkan manusia yang memiliki kesadaran kritis dengan membawa perubahan sosial di masyarakat begitu cepat. Tentunya pemikiran pendidikan kita bisa mengarah pada pendidikan yang bertranformatif dan berwawasan global. Realitanya, ternyata dunia pendidikan kita masih didominasi oleh proses penggalihan ilmu pengetahuan semata dengan menghasilkan produk manusia mekanik yang tidak memiliki kesadaran kritis terhadap kondisi riil yang terjadi di masyarakat, dan terkait dengan fitrah manusia sebagai sumber masalah.
Selanjutnya, dalam konteks pendidikan kritis peserta didik dibimbing supaya struktur sosial, ekonomi, budaya, agama dan politik tidak diterima begitu saja, tetapi justru dipersoalkan, pendidikan menolong peserta didik mengkritik kenyataan struktural yang tidak adil. Perlu dipahami bahwa pendidikan kritis itu merupakan revolusi teori dan praktik dalam pendidikan. Sedangkan pendidikan kritis memiliki ciri umum yakni, adanya dialog antara pendidik dan peserta didik, kontruksi sosial sebagai sumber ilmu pengetahuan, pendidikan sebagai pembebasan dari sebuah sistem, dan pendidikan sebagai wujub perjuangan.
Kita baca ulang sistem pendidikan nasional kita yang berorientasi pada kepentingan pemerintah dan bukan untuk kepentingan anak didik, pasar, dan pengguna jasa pendidikan atau masyarakat. Alasannya, strategi pendidikan nasional adalah untuk membekali generasi muda agar mampu membawa bangsa dan negara ini cepat sejajar dengan bangsa dan negara yang lain lebih maju. Namun, dalam implikasi perkembangannya tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Keahlian dan penguasaan IPTEK yang diperoleh seusai menamatkan studinya berada dalam posisi “dimiliki” secara individual dan “siap dijual” melalui kontrak kerja demi uang, bukan dalam posisi “menjadikan diri” sebagai ilmuan yang peduli dengan nilai-nilai kemanusiaan, bangsa, dan negara.
Seperti itulah gejolak pendidikan yang sering kita jumpai saat ini. Uang dan kekayaan materi benar-benar telah menjadi kekuatan, kekuasaan, dan alat kontrol kehidupan yang mengantarkan individu yang bersangkutan ke tempat lebih tinggi, menyenangkan, aman, dan terhormat. Tetapi, semua itu hanya kembali pada individual tidak kepada abdian pada bangsa dan negara.
Akhirnya, Musthofa Rembangy sebagai pemberi gagasan visoner yang mengulas secara konprehensif problematika pendidikan dalam abad ini dengan konteks kebijakan kritis. Setidaknya, Pendidikan Transformatif bisa memberikan gagasan yang lebih sinergik dalam era globalisasi. Sebab, dunia semakin hari bukan semakin lambat dalam berkembang. Untuk itulah mempersiapkan generasi yang lebih kritis di tengah pusaran arus globalisasi perlu ditanamkan sejak dini.

Comments

Popular posts from this blog

Makalah pembiayaan pendidikan

Fungsi Gelombang dan Probabilitas

contoh soal persamaan gelombang