Pendekatan Discovery, Inquiry dan STS dalam Pembelajaran Fisika

Teori belajar yang telah kita bahas meliputi teori Ausubel, Bruner, Gagne, dan teori Piaget. Ke-4 teori tersebut masing-masing memiliki kekhususan, teori Ausubel, misalnya menekankan pada belajar bermakna. Pada belajar bermakna siswa dapat mengasimilasi pada belajar bermakna secara penerimaan, materi pelajaran disajikan dalam bentuk final, sedangkan pada belajar bermakna secara penemuan, siswa diharapkan dapat menemukan sendiri informasi konsep atau dari materi pelajaran yang disampaikan. Belajar bermakna dapat terjadi jika siswa mampu mengkaitkan materi pelajaran baru dengan struktur kognitif yang sudah ada. Struktur kognitif tersebut dapat berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh siswa.

Bruner memandang manusia sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta informasi. Menurut Bruner, inti belajar adalah cara-cara bagaimana manusia memilih, mempertahankan, mentransformasikan informasi secara aktif. Masih menurut Bruner, di dalam orang yang belajar, hal-hal yang memiliki kesamaan atau kemiripan dihubungkan menjadi struktur yang memberikan arti pada hal-hal yang dipelajari. Sebagaimana Piaget dalam pendidikan, Bruner juga menyarankan pendekatan child centered approach yang dihubungakan dengan belajar penemuan (discovery learning)




Oleh: Pakde Sofa

Teori belajar yang telah kita bahas meliputi teori Ausubel, Bruner, Gagne, dan teori Piaget. Ke-4 teori tersebut masing-masing memiliki kekhususan, teori Ausubel, misalnya menekankan pada belajar bermakna. Pada belajar bermakna siswa dapat mengasimilasi pada belajar bermakna secara penerimaan, materi pelajaran disajikan dalam bentuk final, sedangkan pada belajar bermakna secara penemuan, siswa diharapkan dapat menemukan sendiri informasi konsep atau dari materi pelajaran yang disampaikan. Belajar bermakna dapat terjadi jika siswa mampu mengkaitkan materi pelajaran baru dengan struktur kognitif yang sudah ada. Struktur kognitif tersebut dapat berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh siswa.

Bruner memandang manusia sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta informasi. Menurut Bruner, inti belajar adalah cara-cara bagaimana manusia memilih, mempertahankan, mentransformasikan informasi secara aktif. Masih menurut Bruner, di dalam orang yang belajar, hal-hal yang memiliki kesamaan atau kemiripan dihubungkan menjadi struktur yang memberikan arti pada hal-hal yang dipelajari. Sebagaimana Piaget dalam pendidikan, Bruner juga menyarankan pendekatan child centered approach yang dihubungakan dengan belajar penemuan (discovery learning).

Robert Gagne membagi tipe belajar ke dalam 8 jenis yang paling rendah tingkatannya, yaitu belajar isyarat (signal learning) sampai ke yang paling tinggi yaitu pemecahan masalah (probem solving). Secara lengkap tipe-tipe belajar adalah probem solving, rule learning, concept learning, discrimination learning, verbal learning, chaining, stimulus-response learning dan signal learning.

Dalam menjelaskan proses belajar, Piaget menggunakan 3 istilah yang sering digunakan pada Biologi (hal ini sesuai dengan latar belakang akademiknya), yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Akomodasi merupakan anak untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Dalam hal ini lingkungan menuntut anak untuk melakukan sesuatu. Anak harus mengubah dirinya untuk melakukan hal itu, sebagai contoh, jika seorang anak menemukan sebuah benda yang menghalangi jalan bagi mainannya (mobil-mobilan misalnya), anak tersebut menemukan penyelesaian yang membuat dirinya dapat memudahkan benda yang menghalangi itu dan mainannya dapat berjalan lagi.

Asimilasi di lain pihak, adalah kemampuan anak mengubah untuk memenuhi apa yang ia imajinasikan. Anak memiliki ide apa yang ia inginkan dan memodifikasi lingkungan untuk mencapai hal tersebut. Ia mungkin melakukan modifikasi melalui aktifitas mental, misalnya seorang anak berumur 4 tahun menganggap sebatang sedotan minuman sebagai tongkat ajaib atau lempengan plastik dianggapnya sebagi pedang yang ampuh. Namun, dapat juga ia melakukannya dengan aktifitas fisik, misalnya seorang anak membuat rumah rumahan, sebuah arca atau sebuah candi dari pasir. Hal ini sering dihubungkan dengan ‘bermain’ (play), yang sangat disukai oleh anak-anak.

Memang antarasimilasi dan bermain terdapat hubungan yang sangat erat. Kita semua tahu bahwa anak suka bermain dan asimilasi menjelaskan mekanisme psikologis mengenai hal itu. Dalam bermain anak-anak mentransformasikan objek-objek untuk memenuhi imajinasi yang ada pada dirinya.

Secara mudah dapat dikatakan bahwa asimilasi melibatkan proses transformasi pengalaman di dalam pikiran, sedangkan akomodasi melibatkan proses penyesuaian pikiran terhadap pengalaman yang baru. Pada sembarang tahapan (stage) perkembangan, akomodasi atau asimilasi salah satu untuk sementara mendominasi dan baru kemudian digantikan oleh yang lain. Akhirnya suatu keseimbangan (equilibrium) akan diperoleh (untuk tahapan tertentu) melalui proses penyeimbangan atau ekuilibrasi (equilibration). Ekuilibrasi merupakan kemampuan anak untuk menyusun dan mengatur. (Sur berkomentar: pengalaman baru = keping informasi yang baru, sedang di carikan posisi yang tepat pada struktur pengetahuan yang sebelumnya ia miliki. Kalau semenjak kecil ia terbiasa dengan peta konsep, maka proses belajarnya akan menjadi lebih efektif, karena keping yang baru itu bisa segera ditempatkan pada dahan/ cabang yang tepat atau suatu saat bisa diupdate pada dahan/ cabang yang lebih tepat bila ditemukan informasi-informasi yang relevan).
Pembelajaran Fisika

Fisika adalah bagian dari sains (IPA), pada hakikatnya adalah kumpulan pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. IPA sebagai kumpulan pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. IPA sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran orang yang berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk memahami fenomena alam. IPA sebagai cara penyelidikan merupakan cara bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasikan.

Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efesien yaitu salah satunya melalui kegiatan praktik. Hal ini dikarenakan melalui kegiatan praktik, siswa melakukan olah pikir dan juga olah tangan.

Kegiatan praktik adalah percobaan yang ditampilkan guru dan atau siswa dalam bentuk demonstrasi maupun percobaan oleh siswa yang berlangsung di laboratorium atau tempat lain. Adapun jenis-jenis kegiatan praktik dikelompokkan menjadi 4, yaitu eksperimen standar, eksperimen penemuan, demonstrasi, dan proyek.

Kegiatan praktik dalam pembelajaran fisika mempunyai peran motivasi dalam belajar, memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sejumlah keterampilan, dan meningkatkan kualitas belajar siswa.
Macam-Macam Pendekatan dalam pembelajaran Fisika

Strategi atau teknik, metode dan pendekatan merupakan tiga hal yang berbeda meskipun penggunaannya sering bersama-sama dijumpai dalam pembelajaran. Pendekatan merupakan teori atau asumsi. Metode adalah pengembangan yang lebih konkret dari teori tersebut, berupa prosedur-prosedur berdasarkan teori tersebut di dalam berbagai bentuk kegiatan kelas.

Meskipun telah disebutkan bahwa “tidak ada satu pun pendekatan yang paling cocok untuk satu pelajaran”, tetapi karena pusat pelajaran fisika adalah eksperimen dan merupakan bagian tak terpisahkan dari pelajaran fisika itu sendiri maka melalui eksperimen siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dengan gejala fisika yang dipelajari. Fisika sebagai ilmu yang memiliki karakteristik tersendiri dalam mempelajarinya tidak cukup hanya melalui minds-on, tetapi juga harus melalui hands-on, seperti layaknya ilmuwan ketika menjelajahi alam ini. Secara teoretis dan dengan prosedur-prosedur yang tepat kerja laboratoriumlah pendekatan yang tepat digunakan dalam pembelajaran fisika.

Macam-macam kerja laboratorium dapat dibedakan dalam deduktif atau verifikasi, induktif, keterampilan teknis, tanya jawab, dan keterampilan proses. Umumnya pendekatan-pendekatan tersebut dapat meningkatkan hal-hal sebagai berikut; sikap terhadap fisika, sikap ilmiah, penemuan ilmiah, pengembangan konsep, dan keterampilan-keterampilan teknis bagi siswa.
Pendekatan Keterampilan Proses

Cara berpikir dalam sains, fisika misalnya, adalah keterampilan-keterampilan proses. Keterampilan proses sains dibedakan dalam dua bagian besar, yaitu keterampilan dasar proses sains, dimulai dari observasi sampai dengan meramal, dan keterampilan terpadu proses sains, dari identifikasi variabel sampai dengan yang paling kompleks, yaitu eksperimen.

Keterampilan dasar proses sains adalah hal-hal yang dikerjakan ketika siswa mengerjakan sains, misalnya mengobservasi pengaruh suhu terhadap faktor redaman ayunan teredam.

Dalam keterampilan terpadu proses sains, siswa dipandu untuk melakukan eksperimen melalui penggunaan seluruh keterampilan-keterampilan proses yang siswa miliki.

Melalui eksperimen suatu pembelajaran fisika dikatakan utuh, sebab eksperimen di laboratorium merupakan bagian integral dari konsep, prinsip dan hukum fisika akan dipelajari.

Eksperimen dapat dikatakan sebagi dewa dalam pembelajaran fisika, tetapi harus diingat bahwa dalam pelaksanaannya memerlukan biaya dan tenaga yang besar sehingga sebagai guru fisika yang sukses harus betul-betul ahli dalam mendesain kegiatan eksperimen untuk siswanya. Namun demikian, hendaknya hal tersebut tidak menjadi momok bagi guru dalam mempersiapkan penggunaannya di kelas, akan tetapi justru menjadi tantangan bagi guru untuk mempersiapkan eksperimen sebaik-baiknya agar pembelajaran fisika betul-betul efektif.
Strategi Belajar-mengajar Menurut Pandangan Konstruktivisme

Pandangan konstruktivisme sangat menekankan pentingnya gagasan yang sudah ada pada diri siswa untuk dikembangkan dalam proses belajar-mengajar. Dengan demikian, pemahaman konsep sangat ditekankan. Belajar merupakan proses aktif dan kompleks dalam upaya memperoleh pengetahuan baru. Proses yang terjadi merupakan proses kognitif sebagai interaksi antara kegiatan persepsi, imajinasi, organisasi, dan elaborasi. Proses pengorganisasian dan elaborasi memungkinkan terbentuk hubungan antarkonsep. Hubungan antarkonsep dapat digambarkan sebagai peta konsep. Peta konsep dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui hasil belajar dan adanya miskonsepsi.

Miskonsepsi terjadi karena siswa masih menggunakan gagasan pribadinya dan pembelajaran belum dapat mengubah pemahaman siswa menjadi gagasan baru yang benar. Perubahan ini dapat berlangsung dengan mulus asalkan pada siswa ada perasaan tidak puas terhadap pemahaman yang salah, siswa mempunyai pengetahuan optimal tentang konsep yang benar, konsep yang benar dapat masuk akal dan mempunyai daya memprediksi serta daya eksplanasi.

Strategi pembelajaran dapat dikembangkan dan siklus pembelajaran dan siklus belajar. Hal ini untuk memungkinkan terjadi keselarasan antara pola pikir yang dituntut oleh guru dengan pola pikir siswa.

Pengorganisasian materi sajian juga penting karena dalam proses belajar-mengajar terjadi hubungan segitiga antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Disarankan pengorganisasian materi subjek berorientasi pada kerangka pemecahan masalah.
Pendekatan Discovery dan Inquiry

Pendekatan discovery merupakan pendekatan mengajar yang memerlukan proses mental, seperti mengamati, mengukur, menggolongkan, menduga, men-jelaskan, dan mengambil kesimpulan.

Pada kegiatan discovery guru hanya memberikan masalah dan siswa disuruh memecahkan masalah melalui percobaan. Pada pendekatan inquiry, siswa mengajukan masalah sendiri sesuai dengan pengarahan guru. Keterampilan mental yang dituntut lebih tinggi dari discovery antara lain: merancang dan melakukan percobaan, mengumpulkan dan menganalisis data, dan mengambil kesimpulan.

Pendekatan inquiry adalah pendekatan mengajar di mana siswa merumuskan masalah, mendesain eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data sampai mengambil keputusan sendiri.

Pendekatan inquiry harus memenuhi empat kriteria ialah kejelasan, kesesuaian ketepatan dan kerumitannya. Setelah guru mengundang siswa untuk mengajukan masalah yang erat hubungannya dengan pokok bahasan yang akan diajarkan, siswa akan terlibat dalam kegiatan inquiry dengan melalui 5 fase ialah:
Fase 1 : Siswa menghadapi masalah yang dianggap oleh siswa memberikan tantangan untuk diteliti.
Fase 2 : Siswa melakukan pengumpulan data untuk menguji kondisi, sifat khusus dari objek teliti dan pengujian terhadap situasi masalah yang dihadapi.
Fase 3 : siswa mengumpulkan data untuk memisahkan variabel yang relevan, berhipotesis dan bereksperimen untuk menguji hipotesis sehingga diperoleh hubungan sebab akibat.
Fase 4 : merumuskan penemuan inquiry hingga diperoleh penjelasan, pernyataan, atau prinsip yang lebih formal.
Fase 5 : melakukan analisis terhadap proses inquiry, strategi yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Analisis diperlukan untuk membantu siswa terarah pada mencari sebab akibat.
Fisika dan Lingkungan

Pada uraian di atas telah dikemukakan proses interaksi antara perkembangan sains dan teknologi serta implikasinya terhadap kehidupan. Interaksi antara sain, teknologi, dan lingkungan mengakibatkan berkembangnya pemikiran tentang proses belajar baik menyangkut tujuan dan teknik mengajar.

Melalui pendidikan fisika, siswa harus dilatih menghadapi masalah yang menyangkut kehidupan di masyarakat agar kemampuan intelektual dan keteram-pilannya dapat berkembang. Pendidikan sains/fisika dalam era globalisasi ini mengemban dua tujuan ialah, mengembangkan intelektual dan meningkatkan kesiapan untuk hidup bermasyarakat. Untuk maksud itu, proses belajar-mengajar fisika harus dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, mensintesakan pengetahuan fisika dengan isu di masyarakat dan mengambil keputusan yang ilmiah, logis, dan dapat diterima masyarakat umum.
Pendekatan pendidikan fisika harus ditekankan pada pembentukan keseim-bangan antara:

1.

Fakta, prinsip, dan konsep fisika.
2.

Penggunaan proses intelektual dalam kegiatan pendidikan fisika.
3.

Memanipulasi keterampilan dalam kegiatan pendidikan fisika.
4.

Interaksi antara fisika, teknologi dan masyarakat.
5.

Sistem nilai-nilai yang terkandung dalam sains/fisika.
6.

Minat dan sikap individu terhadap masalah sains dan teknologi.


Karakteristik khusus fisika yang mencakup masalah pembentukan sikap dan sistem penyampaian informasi yang relevan dengan upaya pengembangan masyarakat, antara lain:

1.

Mengandung metodologi khusus yang lebih sederhana dibandingkan dengan bidang studi lainnya sehingga dapat dijadikan dasar metodologi pembelajaran.
2.

Menggunakan pola pikir ilmiah sehingga dari konsep lama dapat dikembangkan konsep baru.
3.

Sifat terbuka terhadap ide baru sehingga dapat menunjang perkembangan masyarakat ilmiah sehingga dapat maju dengan pesat termasuk dalam perkembangan intelektualnya.
4.

Memberikan perhatian penuh terhadap permasalahan yang ada sampai pada menemukan solusinya.

Dengan demikian, pendidikan fisika tidak hanya cukup dengan kegiatan inquiry, tetapi harus diintegrasikan dengan kemampuan untuk berbuat sesuatu secara ilmiah dan mentautkan sains dengan kehidupan di masyarakat.
Kecenderungan Pendidikan Fisika Berwawasan Lingkungan

Holman mengajukan suatu model pembelajaran fisika berwawasan ling-kungan. Menurut model Holman pembelajaran dimulai dari penjelasan keilmu-wannya (sains) kemudian aplikasi dan membahas peristiwa di alam sekitar.

Menurut model tersebut terdapat 4 fase yang harus dilalui dalam pem-belajaran, yaitu:
Fase 1. Mengundang siswa untuk mempelajar suatu masalah sains dan teknologi yang erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Masalah dapat diajukan oleh siswa atau diberikan oleh guru atau hasil diskusi bersama.
Fase 2. Siswa sudah siap dengan peralatan yang diperlukan, mengumpulkan dan mengorganisasi data, melakukan percobaan. Melalui diskusi, dicoba memperoleh jawaban. Kemudian dapat terus melakukan percobaan lagi untuk mengukuhkan argumentasi atau melanjutkan penelaahan.
Fase 3. Siswa memberikan penjelasan dan solusi mengenai masalah yang dihadapi sesuai dengan hasil observasi dan membentuk pandangan baru terhadap konsep yang dipelajari.
Fase 4. Berupa kegiatan tindak lanjut untuk menerapkan hasil penemuan atau pengembangan lebih lanjut.

Aplikasi sains/fisika dalam kehidupan mengandung arti penerapan komponen teknologi. Berdasarkan pemikiran tersebut berkembanglah upaya untuk mengintegrasikan pendidikan sains dengan pendidikan teknologi. Pendidikan teknologi dapat mengandung arti pendidikan keterampilan untuk mengoperasikan produk teknologi, membuat alat-alat teknologi dan cara pemeliharaan peralatan teknik. Akan tetapi pendidikan teknologi dapat juga mengandung arti memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pengaruh teknologi dalam kehidupan sehari-hari dan melatih memecahkan masalah yang rumit secara ilmiah dan juga dengan memperhatikan norma-norma yang ada di masyarakat.

Dengan demikian, melalui pendidikan sains/fisika siswa terlatih untuk menemukan dan memahami apa yang terjadi di alam sekitarnya, yakni pendekatan mengajar yang disebut pendekatan lingkungan. Dengan demikian, pada pen-dekatan lingkungan mengandalkan sarana alam sekitarnya sebagai laboratorium.

Teknik penyajian sebagai pendukung dalam kegiatan belajar-mengajar dengan menggunakan pendekatan lingkungan, antara lain:

1.

Eksperimen. Cara mengajar di mana siswa melakukan percobaan.
2.

Demonstrasi. Dilakukan bila informasi dari lingkungan dianggap kurang atau untuk lebih menguatkan kesimpulan yang telah diperoleh dari lapangan.
3.

Karya Wisata. Untuk memperoleh informasi atau data baru dapat dilakukan kegiatan karya wisata.
4.

Praktik Lapangan. Siswa diajak ke suatu tempat di luar sekolah untuk secara langsung terjun dalam kegiatan di masyarakat.
5.

Studi Kasus. Dalam teknik penyajian ini, kasus atau isue yang ada di masyarakat dapat dibahas di kelas.

Pendekatan STS

Di dalam kegiatan belajar ini, kita mengenal pengertian STS dan pengertian pendekatan STS. Pengertian STS memberi gambaran kepada kita bahwa sains/IPA dan teknologi mempunyai kaitan yang erat. Selain itu, keduanya juga mempunyai kaitan yang erat dengan respon masyarakat. Dengan pengertian bahwa adanya suatu perubahan teknologi akan dapat menyebabkan perubahan sosial, begitu pula sebaliknya. Hal ini berarti ada jaringan hubungan antara sains, teknologi dan sistem-sistem sosial yang saling pengaruh mempengaruhi.

Kemudian pendekatan STS, memberi gambaran kepada kita bahwa hendaknya suatu pembelajaran fisika itu didekati melalui sains, teknologi dan masyarakat. Artinya dalam suatu pembelajaran sains, selain menekankan pada pemahaman terhadap konsep sains, juga perlu melibatkan pemahaman siswa terhadap hasil produk teknologi yang terkait, serta manfaatnya bagi masyarakat.

Munculnya berbagai pendekatan dalam pembelajaran sains, khususnya pendekatan STS, didasarkan pada suatu kesulitan yang banyak dihadapi oleh pembuat kurikulum, guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah. Selain itu dengan menggunakan pendekatan STS ini, diasumsikan akan dapat memberi peluang kepada siswa untuk belajar lebih bermakna, bermanfaat dan menyenangkan.
Penggunaan Pendekatan STS dalam Pembelajaran Fisika

Guru mempunyai peranan penting dalam membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Hal ini diperlukan agar siswa dapat membuat suatu keputusan yang bertanggung jawab mengenai isu-isu sosial, khususnya isu yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu cara yang populer untuk memperkenalkan siswa dengan isu-isu sosial itu adalah dengan meminta kepada siswa untuk membawa artikel-artikel tentang sains, teknologi dan penggunaannya dalam masyarakat di dalam kelas sains. Dengan kata lain siswa diberi pengarahan dan kesempatan yang cukup, agar mereka dapat meneliti isu-isu itu dengan cara mengumpulkan fakta-fakta, merumuskan pendapat-pendapat mereka dan menarik suatu kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang ada.

Berdasarkan deskripsi uraian di atas maka salah satu pendekatan yang dipandang tepat untuk digunakan dalam suatu pembelajaran fisika adalah pendekatan STS atau STM. Karena pendekatan ini selalu mengaitkan antara sains, teknologi dan penggunaan sains dan teknologi itu dalam masyarakat. Dengan penggunaan pendekatan itu di dalam pembelajaran fisika maka dalam proses pembelajarannya, kita mempunyai konsekuensi bahwa selain kita menanamkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep atau prinsip-prinsip fisika, kita perlu juga menanamkan pemahaman siswa terhadap teknologi yang berkaitan dengan konsep itu, dan kemungkinan penggunaannya di lingkungan masyarakat atau dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, guru yang menyajikan materi fisika dengan menggunakan pendekatan STS perlu memperhatikan beberapa hal, di antaranya adalah: deskripsi materi fisika yang akan disajikan, diskripsi teknologi yang berkaitan dengan materi fisika, penggunaan teknologi itu di dalam masyarakat dan kemung-kinan adanya sikap serta permasalahan yang timbul akibat dari penggunaan teknologi itu di dalam masyarakat.

Deskripsi dari materi itu dapat meliputi antara lain: uraian konsep, peng-gunaan matematika, penggunaan rumus, penyajian soal dan sebagainya. Kemudian deskripsi teknologi dapat meliputi: kegunaan teknologi, bagan gambar dari produk teknologi itu, prinsip kerjanya dan keterkaitan antara teknologi itu sendiri dengan materi yang disajikan dalam pembelajaran fisika.

Sumber buku Kapita Selekta Pembelajaran Fisika Karya Zuhdan K. Prasetya, dkk

Comments

Popular posts from this blog

Makalah pembiayaan pendidikan

contoh soal persamaan gelombang

Fungsi Gelombang dan Probabilitas